Sampai saat
ini karakteristik kawasan perdesaan masih dicirikan antara lain oleh rendahnya
tingkat produktivitas tenaga kerja, tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya
kualitas lingkungan permukiman. Kegiatan ekonomi di perdesaan sebagian besar
masih didominasi oleh sektor pertanian (primer). Hal ini terlihat dari pangsa
tenaga kerja sektor pertanian di perdesaan yang masih besar, yang mencapai 64,6
persen pada tahun 2005 (Sakernas 2005), meskipun menurun dibandingkan dengan
tahun 2003 yang mencapai 67,7 persen (Sakernas, 2003).
Sementara itu, luas lahan pertanian
khususnya sawah tidak bertambah secara
signifikan, bahkan di Pulau Jawa cenderung mengalami penyusutan akibat adanya
konversi lahan pertanian ke peruntukan yang lain. Di samping itu, terjadi
fragmentasi lahan pertanian yang menyebabkan penguasaan petani terhadap lahan
pertanian terus mengecil hingga berada jauh di bawah skala ekonomi yang layak.
Angka rata-rata penguasaan tanah di Jawa saat ini diperkirakan hanya mencapai
0,2 hektar per rumah tangga petani. Kecenderungan ini dapat berakibat
semakin menurunnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di perdesaan.
Keterbatasan akses petani
terhadap lahan dan sumber daya ekonomi lainnya terutama permodalan berakibat
pada menurunnya produktivitas pertanian sehingga bermuara pada menurunnya
tingkat kesejahteraan petani dan masyarakat perdesaan pada umumnya.
Permasalahan tersebut dapat menyebabkan semakin melebarnya jurang ketimpangan
desa-kota. Untuk mengatasi permasalahan tersebut RPJM Nasional 2004-–2009 mengamanatkan, antara lain, perlunya dikembangkan
kegiatan ekonomi non pertanian di perdesaan untuk menciptakan lapangan kerja
yang lebih produktif bagi masyarakat perdesaan serta diversifikasi usaha
pertanian ke arah komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi.
|
Pembangunan
perdesaan dalam tahun 2007 diperkirakan masih akan menghadapi
beberapa kendala dan permasalahan mendasar seperti antara lain: (a) terbatasnya
prasarana dan sarana dasar, informasi peluang usaha/pasar, serta pengetahuan,
ketrampilan teknis dan kewirausahaan masyarakat yang menghambat berkembangnya
kegiatan ekonomi rakyat di perdesaan; (b) masih terbatasnya kemampuan
masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan di perdesaan dalam pembangunan,
pemeliharaan dan pengawasan prasarana dan sarana dasar perdesaan; (c) belum
mantapnya kelembagaan sosial ekonomi masyarakat; serta (d) masih rendahnya
kapasitas kelembagaan dan keuangan pemerintah daerah untuk melaksanakan
kegiatan pembangunan perdesaan yang telah menjadi urusan atau kewenangannya. Sehubungan dengan itu maka tantangannya
terkait dengan upaya untuk mengatasi kendala dan permasalahan tersebut di atas
dalam rangka mengamankan pencapaian sasaran-sasaran RPJM Nasional 2004–-2009 dan RKP 2007 pada khususnya.
Tantangan lainnya adalah
meningkatkan koordinasi dan keterpaduan kegiatan antar pelaku pembangunan
(pemerintah, masyarakat, dan swasta) dan antar sektor dalam rangka mendorong
diversifikasi kegiatan ekonomi perdesaan yang memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian,
industri dan jasa penunjangnya serta keterkaitan spasial antara kawasan
perdesaan dan perkotaan. Sementara
itu, dalam upaya meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan, tantangannya
antara lain adalah meningkatkan kapasitas lembaga kemasyarakatan desa sebagai
mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa; memperkuat lembaga
ekonomi perdesaan dan peran fasilitator pembangunan dalam menggerakkan
perekonomian di perdesaan; menyediakan dukungan informasi peluang
usaha/pasar yang tepat; layanan permodalan usaha yang sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi masyarakat; dan teknologi tepat guna; serta meningkatkan kapasitas dan
kemandirian pemerintah daerah dalam menyelenggarakan upaya-upaya pengembangan
ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat perdesaan.